Sabtu, 5 Oktober 2024 10:31 WIB

​IJTI Kecam Aksi Kekerasan Terhadap Jurnalis saat Meliput Demo 22 Mei di Jakarta

Jakarta – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam keras tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput aksi di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta, yang berujung ricuh pada Rabu (22/5). Kali ini tindak kekerasan dan intimidasi menimpa sejumlah jurnalis TV, Radio dan Online.


Mereka di antaranya, Budi Tanjung (Jurnalis CNNIndonesia TV), Aji Fatahilah (Jurnalis Inews), Ryan (CNNIndonesia.com), Ryan (Jurnalis MNC Media), Fajar (Jurnalis Radio Sindo Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id), dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara


Ketua Umum Pengurus Pusat IJTI Yadi Hendriana mengatakan, Budi Tanjung dipukul di bagian kepala dan rekaman videonya di ponsel dihapus oleh beberapa oknum anggota Brimob di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Sementara Aji Fatahilah dipukul oleh oknum Brimob saat melakukan peliputan di depan kantor Bawaslu, Jakarta Pusat.


“Ryan juga mengalami hal yang sama. Ryan mengalami kekerasan saat melakukan peliputan di sekitar jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat,” katanya melalui keterangan tertulis, Kamis (23/5/2019).


Aksi kekerasan jurnalis tidak hanya dilakukan aparat keamanan, massa aksi juga melakukan tindakan kekerasan saat melakukan peliputan demonstrasi.


“Mereka (Demonstran) melakukan presekusi terhadap jurnails, beberapa rekan kami mengalami pemukulan serta perampasan peralatan jurnails berupa HP, alat perekam dan menghapus secara paksa rekaman video,” terang Yadi Hendriana


IJTI mengecam keras tindak kekerasan tersebut. Pasalnya jelas tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.


Kerja-kerja jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Oleh karena itu pelaku tindak kekerasan bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta

Baca Juga :  Ramah Tamah Diakhir Masa Jabatannya


Menanggapi tindak kekerasan tersebut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan sikap sebagai berikut :


1). IJTI mendesak Propam Polri menindak tegas dan memproses sesuai hukum yang berlaku bagi oknum anggota Polri yang telah melakukan kekerasan terhadap para Jurnalis


2). Mendesak aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas dan menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya


3). Kekerasan terhadap jurnalis yang tengah bertugas adalah ancaman nyata bagi kebebasan pers dan demokrasi yang tengah tumbuh di tanah air


4). Meminta aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan.


5.Mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya. Sebab, tidak ada berita seharga nyawa.


6). Mengimbau seluruh jurnalis Televisi waspada, berhati-hati dan mengutamakan keselamatan safety first saat menjalankan tugasnya. Salah satunya dengan tidak memaksakan diri mengambil gambar terlalu dekat di tengah kerumunan massa saat kericuhan terjadi


7). Mengingatkan kepada seluruh jurnalis di Indonesia agar selalu berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya. Fungsi pers adalah menyuarakan kebenaran serta berpihak pada kepentingan orang banyak.


Jakarta 23 Mei 2019

Pengurus Pusat

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)


Yadi Hendriana

Ketua Umum


Indria Purnamahadi

Sekjen


(unt/unt)

Berita Terkait

Rekomendasi