Pangkalpinang – Mantan Anggota DPRD Bangka Belitung, Dedy Yulianto menyayangkan adanya wacana relaksasi aturan pertambangan terkait penyusunan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya Tahunan (RKAB) yang mengharuskan adanya verifikasi dari Competent Person Indonesia (CPI) untuk mengukur sumber daya cadangan dengan dalih untuk menggairahkan ekonomi Babel.
Belum lagi, saat ini banyaknya spanduk bertebaran yang mengatasnamakan masyarakat untuk kembali menggeliatkan industri pertambangan timah di Babel mulai bermunculan. Dedy menilai regulasi yang dikeluarkan pemerintah pada dasarnya tidak ada yang membatasi ruang gerak perusahaan tambang untuk melakukan proses produksi hingga ekspor, asalkan semua ketentuan dapat dipenuhi.
“Pada dasarnya tidak larangan untuk perusahaan pertambangan untuk beroperasi maupun ekspor, asalkan dapat memenuhi aturan yang ada. Bekerjalah pada IUP yang kita miliki, dikelola sendiri. Kalaupun ingin melibatkan masyarakat, masyarakat bisa diakomodir melalui program kemitraan dan ini sah-sah saja karena masyarakat tidak punya IUP,†katanya belum lama ini.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan hadirnya aturan terkait penyusunan RKAB dan mengharuskan adanya verifikasi dari CPI, merupakan upaya untuk meminimalisir maraknya pertambangan ilegal di Babel dan memperjelas pertanggungjawaban perusahaan tambang terkait asal usul bijih timah yang akan di eskpor.
“Ilegal minning sudah sangat menggurita di Babel ini, dengan adanya aturan minerba ini bisa meminimalisir tambang ilegal dan ada pertanggungjawaban pemilik IUP, ada jaminan reklamasi, paska tambang yang jelas pertanggungjawabannya. Kalau masyarakat mau nambang ada mekanisme kemitraan baik ke perusahaan swasta maupun BUMN dan ini bisa diakomodir sesuai aturan,†katanya.
Dirinya cukup heran dengan adanya gerakan yang mengatasnamakan masyarakat yang meminta relaksasi regulasi ini. Ia berharap, masyarakat tidak dibenturkan dengan pemerintah daerah hanya untuk kepentingan tertentu.
“Yang kita khawatirkan ada oknum tertentu mengatasnamakan masyarakat dan melakukan penambangan di kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi dengan alasan untuk makan. Hal ini harus betul-betul kita teliti. Bagi pelaku usaha yang selama ini sumber bahan bakunya dari masyarakat tanpa sistem kemitraan, jangan benturkan masyarakat dengan pemerintah,†ujarnya.
Ditambahkannya, pelaku usaha seharusnya tak perlu ketar-ketir meminta relaksasi regulasi ini asalkan dapat memenuhi aturan yang disayaratkan. Adanya pengetatan regulasi ini untuk pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan.
“Mungkin ada yang terusik, karena mereka selama ini sumber bahan bakunya lancar tanpa sistem kemitraan. Kalau enggak terusik semua bisa dipertanggungjawabkan, aturannya bisa diikuti, kenapa harus pusing, karena kan tidak ada larangan ekspor atau produksi semua punya kesempatan yang sama asal bisa memenuhi aturan yang berlaku, Jangan masyarakat yang dibenturkan,†katanya.
Diakuinya, saat ini banyak perusahaan pertambangan yang tidak beroperasi secara aktif, namun sayangnya Ia tak menyebutkan alasannya. Baginya, selama perusahaan pertambangan bisa memenuhi regulasi yang berlaku tak ada hambatan untuk melakukan proses bisnis. Tentunya, ini juga harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah.
“Kita kan harus tau dari sekian banyak smleter yang selama ini berproduksi, sekarang hanya ada beberapa yang beroperasi, ini ada apa? apakah mereka ini tidak memiliki IUP atau mereka punya IUP sedikit tapi kouta ekspornya besar,†bebernya.
Menurutnya, pelaku usaha harus mengikuti regulasi ini untuk pengelolaan pertambangan yang lebih baik yang nantinya juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lingkungan tetap terjaga. Pelaku usaha kata dia, juga harus berkomitmen untuk meningkatkan PAD dan meciptkan lapangan pekerjaan, mensejahterakan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan dan mengakomodir pekerja lokal.
“Selama asal usul barangnya jelas, punya IUP dan bisa dipertanggunjawabkan tidak ada larangan untuk ekspor. Kalau perusahaan bisa mengikuti regulasi enggak masalah, yang jadi masalah dengan regulasi ini misalnya perusahaan hanya punya IUP 20 hektar, tapi kouta ekspor 1000 ton per bulan, ini darimana rumusnya dia bisa dapat barang. Ini yang perlu jadi perhatian,†katanya.(krs/krs)