Sungailiat –
Puluhan nelayan Kabupaten Bangka, Pulau Bangka kembali melakukan aksi penolakan terhadap keberadaan Kapal Isap Produksi (KIP) Blessing & Grace yang beroperasi tak jauh dari pelabuhan Tanjung Gudang Belinyu berjarak kurang dari satu mil. Aksi penolakan itu dilakukan nelayan dengan cara mendatangi kapal yang sedang beroperasi di kawasan tersebut.
Pantauan dilokasi, Senin (15/5/2018) sore, aksi penolakan yang dilakukan nelayan di kawal anggota Polres Bangka dan Pol Air Polda Bangka Belitung. Namun disela-sela aksi nelayan tiba-tiba muncul kapal berwarna abu-abu (Kapal Bakau) milik TNI AL melakukan manuver gelombang dengan cara menglilingi puluhan nelayan.
Belum diketahui secara pasti, kedatangan kapal bakau apakah sedang melakukan patroli di kawasan tersebut atau berusaha menghalangi nelayan yang ingin mengusir maupun mendekati keberadaan kapal KIP.
Terpantau aksi manuver kapal tersebut tak hanya satu kali, terlihat kapal bakau itu melakukan manuver sebanyak tiga kali putaran sihingga menimbulkan gelombang ombak laut pun menjadi tinggi. Usai melakukan manuver kapal tersbut pun bergegas pergi.
Nelayan menilai, aksi yang dilakukan beberapa anggota TNI AL dengan membuat manuver ini sangat berbahaya bagi mereka, selain kapal ini jaraknya terlalu dekat nelayan, hal tersebut juga membuat gelombang yang besar dan bisa membahayakan keselamatan mereka.
“Sebelum kedatangan kapal bakau posisi kita masih aman dan kondusif, namun setelah kapal tersebut datang dan melakukuan monuver menyebabkan kapal nelayan hampir tenggelam. apalagi jaraknya paling 4 hingga 3 meter,” jelas Rasidi nelayan belinyu kepada wartawan, Senin (15/5/2018).
Menurutnya, manuver kapal bakau dinilai akan menghalangi nelayan yang akan mendekat ke kapal tersebut. “Aksi nelayan bukan mau anarkis tadi, intinya kami (nelayan) menolak kapal tersebut beroperasi di daerah itu,” tegasnya.
“Kita bukan anti tambang timah,
cuma kan ada daerah yang layak ditambang dan tidak boleh. Terkait manuver itu biar pemerintah yang menilai. Pastinya kita akan melaporkan, bila perlu kita akan ke istana negara,” tambahnya.
Para nelayan belinyu ini menuntut kapal isap produksi ini tidak lagi beroperasi di kawasan tersebut, karena dinilai memberikan dampak yang buruk bagi nelayan, baik dari hasil tangkapan, maupun merusak ekosistem laut dan merusak pariwisata yang ada di sekitar.
Sementara itu menurut Bujang nelayan Belinyu menjelaskan, keberadaan KIP di kawasan tersebut sudah keluar-masuk keluar masuk. Saat kita melakukan aksi mereka pergi, setelah kita tidak melakukan aksi mereka keluar kembali (menambang lagi).
“Dampaknya ini sangat merugikan, limbahnya berpengaruh terhadap tangkapan nelayan. Jadi limbah ini mengandung lumpur,” terang Bujang.
Dijelaskan Bujang, kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan kawasan pariwisata.
“Yang kita tolak ini satu yang terakhir, yang lain sudah keluar semuanya, dulu banyak dan jaraknya terlalu dekat,” tambahnya. (Mau/Why)