Pangkalpinang – Meski saat ini dipengaruhi trade war antara Amerika Serikat dan China, komoditas mineral timah masih memberikan kontribusi positif andalan untuk mendongkrak kinerja neraca dagang Indonesia. Harga komoditas ini juga masih terjaga di level yang wajar meski sepanjang tahun ini masih akan bergantung pada konflik kedua negara adikuasa tersebut.
Selain perang dagang AS dan China, pasar timah juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro dari negara-negara berkembang yang memiliki banyak industri elektronik, yang merupakan salah satu sektor pengguna timah terbesar. Jadi, tingkat permintaan timah pada tahun ini akan tetap mengalami pertumbuhan.
Data dari US Geological Survey pada 2017 menyebutkan bahwa cadangan mineral timah Indonesia berada pada peringkat ke-2 jika dibandingkan dengan total cadangan dunia. Ini artinya, Indonesia berpotensi besar untuk mengisi pasar timah dunia.
PT Timah Tbk adalah salah satu perusahaan yang melihat dan memanfaatkan peluang tersebut. Buktinya, pada kuartal I-2019 perusahaan berkode emiten TINS ini berhasil melampaui target, baik dari sisi produksi maupun penjualan.
Menurut Direktur Utama PT Timah Tbk M Riza Pahlevi Tabrani, sepanjang periode awal tahun 2019, pihaknya mampu meningkatkan produksi hingga kisaran diatas 20.000 ton bijih timah. ’’Artinya, pada tahun 2019 ini, rata-rata produksi bijih timah TINS membaik dari tahun lalu dengan pencapaian hingga 7.000 ton Sn / Bulan,’’ kata Riza.
Lalu dari sisi penjualan, anggota Indeks Kompas 100 ini sukses meningkatkan volumenya sebesar 12.590 metrik ton atau rata-rata 4.200 metrik ton per bulan. Tak heran jika PT Timah Tbk optimistis dapat mencapai rencana pemenuhan pangsa pasar Indonesia dalam ekspor timah dunia sebesar 60.000 metrik ton, bahkan lebih besar dari itu.
Kendati fokus perusahaan untuk produksi dan penjualan semakin ditingkatkan, bukan berarti PT Timah Tbk melakukan aktifitas pertambangan secara masif tanpa disertai tanggung jawab. Sebaliknya, perusahaan pelat merah ini sangat memperhatikan masalah lingkungan dengan mengembangkan teknologi tambang ramah lingkungan, dan reklamasi lahan.
Dalam melaksanakan bisnis pertambangan timah, perusahaan menyadari bahwa tuntutan dunia akan produk tambang yang mengedepankan sisi Pembangunan Berkelanjutan akan selalu menjadi hal penting untuk kami penuhi. PT Timah tentunya akan terus berinovasi dan berkontribusi dengan positif antara lain dengan mengedepankan tata kelola penambangan yang baik dengan taat dengan regulasi, berorientasi lingkungan dan pasca tambang, juga pemberdayaan masyarakat dengan program operasi produksi berbasis kemitraan masyarakat.
Selain itu, PT Timah Tbk adalah perusahaan pertambangan pertama di Indonesia yang telah menyelesaikan Dokumen Rencana Induk PPM sebagai mandatory negara dalam kewajibannya untuk memaksimalkan CSR. Hal ini selaras dengan tujuan perusahaan dalam penyertaan akan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan hingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak melalui program – program pemberdayaan masyarakat yang semakin baik dan terstruktur
“Perusahaan juga baru saja mendapatkan award sebagai satu dari 10 perusahaan di Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dalam aktivitas bisnisnya,†jelas Riza.
Pengelolaan Ekspor
Di sisi lain, produsen timah mendesak pemerintah Indonesia untuk mengatur data pasokan cadangan timah sehingga industri dapat mengelola penawaran dan harga dengan lebih efektif. Hal ini penting untuk meningkatkan intervensi yang besar dan bermanfaat bagi pasar timah. Pasar pun seharusnya memberikan apresiasi terhadap para produsen timah Indonesia yang menerapkan Good Mining Practise / taat kepada regulasi dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang berkelanjutan (SDGs / UNGP’s).
Demikian disampaikan Sekertaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto. Menurut Jabin, Indonesia ingin ekspor dikelola dengan lebih baik. ’’Jika ada kelebihan pasokan, lebih baik menyisihkannya sebagai status cadangan,’’ ujarnya.
Saat ini pihaknya mengekspor 100 persen dari total keseluruhan produksi timah, sehingga pihaknya menerima harga spot bahkan dalam harga yang buruk sekalipun.
Dijelaskan, Indonesia telah mencoba berulang kali dalam beberapa tahun terakhir untuk membatasi produksi dan penjualan, serta membuat timah wajib diperdagangkan melalui bursa komoditas lokal sebelum pengiriman, dalam hal ini Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI). Selain itu, pemerintah Indonesia juga membuat regulasi bahwa ekspor harus diperiksa oleh surveyor yang ditunjuk untuk memeriksa kualitas dan asal bijih yang digunakan.(*)