- Reportase Bangka
- July 27, 2020
- 191
- 4 minutes read
Regulasi Pertambangan Hindari Potensi Kerugian Negara
Pangkalpinang — Pelaku usaha pertambangan harus menerapkan regulasi dalam menjalankan proses bisnisnya. Hadirnya regulasi merupakan upaya untuk pembenahan tata kelola pertambangan yang baik dan benar. Sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi ekonomi, masyarakat dan pengelolaan ligkungan yang bertanggungjawab.
Dosen Ekonomi STIE Pertiba Pangkalpinang, Suhardi menjelaskan, Undang-undang no 4 tahun 2009 beserta aturan turunan lainnya sebagai upaya untuk perbaikan tata kelola pertambangan. Regulasi ini juga untuk mengurangi potensi kerugian negara dari praktik pertambangan yang tidak benar.
Lebih lanjut, Dia menjelaskan adanya regulasi yang mengatur keberadaan Competent Person Indonesia (CPI) tidak hanya untuk penataan tata kelola pertambangan timah, tapi juga memberikan kepastian penerimaan pendapatan negara.
Peran CPI untuk menyusun suatu laporan tentang hasil eksplorasi, mengawasi kegiatan estimasi sumberdaya mineral, serta mengawasi kegiatan estimasi cadangan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki IUP dan negara sama-sama tidak dirugikan, karena jumlah yang diekplorasi jelas, cadangan tambang yang dimiliki jelas, termasuk ketika keluarpun asal-usul barang menjadi jelas, sehingga dapat mengurangi aktivitas penambangan ilegal.
“Bisa dibayangkan, jika regulasi ini diberlakukan sejak awal maka potensi penerimaan negara akan jauh lebih besar, dan negara juga dapat mengatur harga, serta bersama-sama pemegang IUP untuk menyusun tata kelola pertimahan secara lebih komprehensif, yang menguntungkan semua pihak,” katanya saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut menurutnya, pelaku usaha tidak perlu alergi dengan keberadaan regulasi ini, bisnis memerlukan kepastian hukum, perlindungan bagi pihak lain dan iklim usaha yang menguntungkan semua pihak, justru ketika regulasi ini tidak diterapkan dengan baik, negara berpotensi kehilangan pendapatan.
Suhardi menyebutkan, persoalan pertimahan bukan faktor manfaat ekonomi semata, namun harus mempertimbangkan lingkungan dan keberlangsungan ekosistem yang berkelanjutan. Penerapan green mining apapun bentuknya harus dijalankan.
Ia menyampaikan untuk menekan faktor resiko kerusakan, ada perusahaan pertambangan yang melibatkan masyarakat secara legal dengan sistem kemitraan. Hal ini bisa menjadi solusi, karena masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonominya secara legal, bertanggungjawab dan tidak hilangnya kontribusi pajak.
“Disisi lain perusahaan tambang memperoleh sumberdaya berupa biji timah melalui jalur yang jelas, serta dapat bertanggungjawab secara jelas juga terhadap lahan-lahan eks tambang yang perlu penanganan lingkungan,” tambahnya.
Ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan mensyaratkan terjadinya keseimbangan ekologi dan ekonomi dari dampak aktivitas pertambangan. Jangan sampai setelah dihitung-hitung kerusakan lingkungan menjadi tidak sepadan dari sumberdaya timah yang ditambang.
Suhardi menyebutkan, ekonomi Bangka Belitung masih belum bisa lepas sepenuhnya dari peran sektor pertambangan, kontribusi sektor ini walaupun terus menurun namun masih memberikan andil yang besar. Demikian juga dari sisi penerimaan negara timah telah berkontribusi besar terhadap APBN, apalagi disaat sektor ini masih menjadi barang yang strategis.
“Belum lagi ketika kita menilik peran sektor ini pada multiplier effect langsung maupun tidak langsung pada pembentukan pertumbuhan ekonomi, tentu dapat dikatakan hampir setengahnya karena peran sektor timah dan pengolahannya,” katanya.
Timah dan mineral yang dimiliki Babel merupakan anugerah dan modal dasar pembangunan nyata, yang harus dikelola dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan ekologi.
“Sudah seharusnya masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dari sumberdaya yang dimilikinya entah terlibat langsung ataupun tidak, demikian juga dengan negara, termasuk daerah yang memiliki wilayah administratif juga tidak dapat ditinggalkan oleh pusat dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya. Untuk mewujudkan tata kelola pertambangan yang memberikan kesejahteraan, ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tutupnya.
(ril/red)