Sabtu, 26 Oktober 2024 00:27 WIB

IJTI Kecam Pengancaman dan Penyekapan Tiga Jurnalis TV di Papua

REPORTASE, Jakarta – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam kekerasan terhadap 3 wartawan TELEVISI saat melakukan tugas jurnalistik pada Sidang pelanggaran pidana pemilu KPUD kabupaten Tolikara, yang bertempat di Kantor Pengadilan Negeri Wamena, Jayawijaya, Papua pada Jumat siang (28/04/2017).

Jurnalis yang mengalami kekerasan dan intimidasi tersebut adalah jurnalis Metro TV (kontributor Metro TV Richardo Hutahaean, Audi, Wartawan Jaya Tv dan Mesak wartawan TVRI Papua).

“IJTI dan Satgas Anti-Kekerasan Dewan Pers akan melakukan advokasi dan penyelidikan atas tindakan yang dilakukan sejumlah oknum terhadap tugas jurnalis TV di Wamena, Papua, saat meliput sidang pelanggaran Pemilu KPU Kabupaten Tolikara,” kata Ketua Umum IJTI, Yadi Hendrayana, melalui dalam keterangan tertulis yang dikirim Sabtu (29/4/2017).

Yadi menilai ada dua kasus hukum yang terjadi dan menimpa para korban saat itu. Pengancaman dan penyekapan adalah delik umum yang legal standing-nya berada pada korban langsung, bukan pada perusahaan.

Kedua, terkait penghalangan kerja sebagaimana diancam Pasal 18 ayat 1 UU Pers. Hal ini mengacu pada Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 yang legal standing-nya ada pada perusahaan pers. “IJTI mengimbau terhadap semua pihak, agar menghormati profesi jurnalis yang pada dasarnya dilindungi undang-undang,” ucap Yadi.

Yadi tegas meminta kepolisian serius dan bersikap tegas menindak siapapun, baik masyarakat sipil maupun nonsipil, yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis.

“Meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya,” ujar Yadi.

Kontributor Metro TV Richardo Hutahaean mengaku, pengancaman dan penyekapan ini bermula saat dirinya bersama dua rekan jurnalis TELEVISI melakukan peliputan sidang pelanggaran Pemilukada Kabupaten Tolikara, di Pengdailan Negeri Wamena, Sabtu (28/4/2017) kemarin.

“Awalnya saat ke kami tiga jurnalis memasuki ruang sidang yg tidak di kawal 1 orang pun anggota polisi itu, kami sempat di larang hakim ketua yang mempimpin siding untuk mengambil gambar dan menanyakan asal kami bertiga, namun setelah kami menunjukan identitas ke hakim ketua lewat panitra, akhirnya kami di ijinkan mengambil gambar secara leluasa yg penting tidak mengganggu jalannya sidang,” jelas Richardo.

Baca Juga :  Namang Patut Jadi Contoh Desa Prestasi

Lanjut Richardo Dalam proses pengambilan gambar, massa yg duduk dalam ruangan sempat melarang ketiga jurnalis untuk mengambil gambar tapi hakim ketua membela ketiga jurnalis tersebut krn keputusan ada di tangan hakim ketua.

Pada saat sidang di skors, panitera mengajak ketiga jurnalis ke dalam ruangan di sebelah kanan ruangan sidang dan saat sidang di lanjutkan ketiga wartawan duduk untuk memwawancarai pihak pengadilan namun tiba tiba terdapat 20 orang datang menuju ketiga wartawan ini akan membunuh ketiga wartawan jika tidak menghapus gambar yang sudah diambil. “Bahkan kamera saya (Ricardo) di rampas dan dihapus secara paksa. Mereka juga mengusir kami bertiga jurnalis dari dalam ruang persidangan sehingga kami bertiga harus mengamankan diri keluar area pengadilan negeri Wamena,“ ungkap Richardo Hutahaean yang juga merupakan Ketua IJTI Papua ini. 

Rencananya, Sabtu, (29/4/2017) pagi ini, ketiga jurnalis secara resmi melaporkan aksi menghalangi proses pekerjaan jurnalistik ini ke Mapolres wamena kabupaten jayawjaya papua.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Advokasi IJTI Pusat, Chanry Suripatty, mengaku bahwa di era keterbukaan informasi publik seperti saat ini masyarakat harus sadar dan paham pekerjaan jurnalistik sehingga apa yang dilakukan oleh sekelompok warga di pengadilan wamena merupakan tindakan pembungkaman pada media massa yang notabene tugasnya adalah menyebarkan dan bertanggung jawab memberikan informasi kepada masyarakat.

“Saya mengecam keras aksi pengancaman, penyekapan serta penghapusan data gambar video dari tiga jurnalis yang meliput sidang sengketa pemilukada di wamena, karena cara seperti ini sangat menganggu kerja jurnalistik dan dapat terkena ancaman pidana sesuai uu pers no 40 tahun 1999 yaitu menghalangi kerja jurnalistik,” ucapnya.

Chanry menambahkan bahwa pihaknya meminta kepada Pihak kepolisian agar memproses cepat laporan yang baru dibuat ketiga rekan wartawan tv ini dan segera mencari pelaku pengancaman agar kedepan pembungkaman media seperti ini tak terjadi lagi.

Berita Terkait

Rekomendasi